DPP LDII: Sumpah Pemuda Sebagai Pengingat Agar Bangsa Tidak Alergi dengan Perbedaan

ldii

JAKARTA - Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober, merupakan salah satu momen penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928, para pemuda dari berbagai latar belakang suku, agama, dan daerah, bersatu padu untuk menyatakan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia. Sumpah Pemuda menjadi simbol sekaligus tonggak pengingat sebuah kesadaran, bahwa bangsa Indonesia dibangun atas dasar perbedaan dan keragaman.

Ketua DPP LDII Singgih Tri Sulistiyono, mengatakan bahwa Sumpah Pemuda juga sebagai pengingat agar bangsa tidak alergi dengan perbedaan. “Indonesia dibangun bukan atas dasar persamaan,” kata Singgih dalam pernyataannya, Jumat (27/10/2023). Menurutnya, apa yang mengikat dan mempersatukan para pemuda di era itu adalah visi dan cita kemerdekaan. “Para pemuda di zaman itu bertekad lepas dari penjajahan Belanda guna membangun kesejahteraan dan kemakmuran bersama,” ujarnya.


ldii sumpah pemuda


Singgih, yang juga Guru Besar Sejarah dari Universitas Diponegoro, menegaskan bahwa semangat Bhinneka Tunggal Ika sudah dipraktikkan oleh para pemuda pada tahun 1928. Mereka menunjukkan bahwa pemuda adalah agen perubahan yang memiliki peran strategis dalam membentuk nasib bangsa. “Jadi semangat Sumpah Pemuda harus menjadi inspirasi bagi generasi muda saat ini, untuk terus berkontribusi bagi kemajuan bangsa,” kata Singgih.

Tema Hari Sumpah Pemuda yang diusung tahun ini ialah ‘Bersama Majukan Indonesia’. Tema ini sesuai dengan harapan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia, agar Hari Sumpah Pemuda selalu bisa menjadi momentum untuk mengaktualisasikan semangat Sumpah Pemuda dalam konteks kekinian. Para pemuda Indonesia bisa mengaktualisasikan diri dengan kegiatan apapun yang bermanfaat di tanah air, agar semangat Sumpah Pemuda tetap terus terpatri di sanubari.

Singgih berharap bahwa Hari Sumpah Pemuda bisa menjadi ajang refleksi bagi seluruh elemen bangsa, khususnya para pemuda, untuk menghargai dan menjaga persatuan dan keragaman yang menjadi kekayaan bangsa. “Jadi kalau sekarang ini di Indonesia masih ada orang yang alergi terhadap perbedaan, maka orang itu hidup dalam zaman yang salah. Mestinya hidup dalam zaman abad 19,” tegas alumni Universitas Leiden, Belanda itu.


Post a Comment

Previous Post Next Post