Silaturrahim Kebangsaan Jilid III, LDII Jateng: Toleransi dan Kesabaran Sosial Dibutuhkan untuk Lestarikan Indonesia

Silaturrahim Kebangsaan Jilid III


Semarang (29/7). DPW LDII Jawa Tengah bekerja sama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jawa Tengah, menghelat “Silaturrahim Kebangsaan Jilid III” di Hotel Santika, Semarang, Jawa Tengah pada Sabtu (29/7). Pada kesempatan itu, Ketua DPW LDII Singgih Tri Sulistiyono dalam sambutannya mengingatkan eksistensi bangsa, salah satunya bisa dijaga dengan toleransi terhadap perbedaan.

“Sejarah kita bertutur mengenai bangkit dan jatuhnya kerajaan-kerajaan. Jangan sampai NKRI berbasib sama, karena bangsa yang plural selalu rawan dengan konflik dan perpecahan,” tutur Singgih mengingatkan pentingnya menjaga pluralitas bangsa. 

Menurutnya, bangsa Indonesia memiliki tantangan besar menjaga “Empat Pilar Kebangsaan” yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Agar pilar-pilar kebangsaan itu, tidak sekadar cita-cita bangsa sebagaimana gambaran Benedict Anderson. Tanpa mengawal Empat Pilar tersebut, bangsa Indonesia bisa gagal menjaga eksistensinya. 

Singgih pun menunjukkan masih adanya potensi konflik dalam pluralitas di Indonesia. Ia mengutip data Kementerian Agama mengenai Indeks Kerukunan 2021, yang diukur dalam tiga hal, yakni kesetaraan, kerja sama, dan toleransi, “Toleransi masih rendah, padahal tokoh sekaligus pahlawan bangsa Sam Ratulangi mengatakan syarat mutlak membangun bangsa Indonesia adalah toleransi dan kesabaran sosial,” imbuh Singgih. 

Senada dengan Singgih, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengingatkan bahwa tak lama lagi bangsa Indonesia menghadapi Pemilu yang suasananya hangat. Maka, hanya diri kita yang bisa mendinginkannya dengan toleransi. Mengatakan bangsa ini memang berbeda-beda, untuk itu tidak perlu disamakan, “Seperti kata guru saya, pelangi itu indah karena berwarna. Tapi kalau sewarna tidak indah,” ujar Ganjar yang bertindak sebagai pembicara kunci. Ia juga mengatakan, meskipun perbedaan suku, ras, golongan, dan agama, tetaplah cita-citanya satu yakni mewujudkan kemakmuran bersama.  

Acara tersebut menampilkan para pembicara lainnya, yakni Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Amir Yanto, Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Darmansjah Djumala, dan Kepala Badan Kesbangpol Haeruddin.

Perhelatan tersebut dihadiri 2.360 peserta secara daring yang tersebar di 40 studio. Sementara peserta yang hadir di Hotel Santika mencapai 200-an orang. Para peserta yang mengikuti acara tersebut adalah para pengurus DPD LDII, Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), dan para tokoh agama dan masyarakat. 

Jamintel Amir Yanto dalam kesempatan itu menjelaskan, keberagaman Indonesia dapat  dipersatukan dengan ideologi dan asas Pancasila. Sila pertama, menurut Amir Yanto, menunjukkan seluruh orang Indonesia harus berketuhanan, “Untuk itu tidak ada tempat bagi mereka yang tak bertuhan atau atheisme,” tegas Amir Yanto.

Ia mengingatkan, usulan untuk menghapuskan kolom agama bertentangan dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, dan bahkan seseorang tidak diketahui bertuhan atau tidak, “Dari sisi hukum dengan menempatkan kolom agama, berarti melaksanakan prinsip hukum dalam Pancasila,” urai Amir. 

Dengan berketuhanan, maka masyarakat memiliki hak untuk hidup berdampingan dan bertoleransi dengan agama lain, “Dengan demikian, masyarakat bisa berpartisipasi dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,” pungkasnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama