Parfum adalah salah satu produk kecantikan dan kesehatan yang sudah dikenal sejak zaman kuno. Berbagai peradaban, seperti Mesir, Yunani, dan Romawi, memiliki tradisi membuat dan menggunakan parfum untuk berbagai tujuan, seperti ritual, pengobatan, atau sekadar menambah aroma tubuh. Parfum biasanya dibuat dari ekstrak bunga, tumbuhan, atau hewan yang dicampur dengan minyak nabati atau hewani sebagai pengawet.
Namun, tidak semua jenis parfum yang digunakan oleh orang-orang kuno bisa diketahui dengan pasti. Hal ini karena banyak botol parfum yang ditemukan oleh para arkeolog sudah kosong atau rusak, sehingga sulit untuk menganalisis isinya. Selain itu, resep-resep parfum kuno yang ada juga seringkali tidak lengkap atau tidak jelas.
Baru-baru ini, para peneliti dari Universitas Cordoba di Spanyol berhasil mengidentifikasi salah satu jenis parfum yang digunakan oleh orang-orang Romawi kuno berdasarkan analisis kimia. Mereka menemukan bahwa sebuah botol parfum yang ditemukan di sebuah makam Romawi di kota Carmona, Spanyol, mengandung patchouli, sebuah bahan yang umum digunakan dalam parfum modern.
Patchouli adalah minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman Pogostemon cablin, yang tumbuh di daerah tropis Asia Tenggara. Patchouli memiliki aroma yang khas, yaitu bumi, kayu, dan sedikit manis. Patchouli juga memiliki manfaat kesehatan, seperti anti-inflamasi, anti-jamur, anti-bakteri, dan anti-depresan.
Botol parfum tersebut berbentuk bulat telur dan terbuat dari kuarsa, sebuah bahan yang sangat keras dan langka pada zaman Romawi. Botol tersebut diperkirakan berasal dari abad pertama Masehi dan merupakan salah satu barang mewah yang dimiliki oleh pemilik makam, yaitu seorang wanita berusia sekitar 40 tahun.
Botol tersebut masih tertutup rapat dengan sebuah sumbat dolomit yang dilapisi dengan bitumen, sebuah zat seperti ter. Di dalam botol tersebut masih ada massa padat yang merupakan sisa-sisa dari isi botol tersebut.
Para peneliti menggunakan metode kromatografi gas dan spektrometri massa untuk menganalisis massa padat tersebut. Mereka menemukan bahwa massa tersebut mengandung patchouli dan minyak zaitun sebagai pengawet. Mereka juga menemukan beberapa zat khas dari patchouli, seperti patchoulenol atau alkohol patchouli.
Untuk memastikan bahwa massa tersebut bukan mengandung minyak nardus, sebuah minyak atsiri lain yang memiliki banyak komponen bersama dengan patchouli tetapi dengan proporsi berbeda, para peneliti membandingkan hasil analisis mereka dengan sampel patchouli modern. Hasilnya menunjukkan bahwa massa tersebut memang mengandung patchouli.
Penemuan ini merupakan kali pertama sumber aroma dari sebuah parfum Romawi kuno berhasil diidentifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang Romawi kuno memiliki akses ke patchouli melalui jaringan perdagangan dengan Asia Tenggara. Hal ini juga menunjukkan bahwa orang-orang Romawi kuno memiliki selera aroma yang mirip dengan orang-orang modern.
Parfum patchouli dari zaman Romawi kuno ini memberikan gambaran baru tentang kehidupan dan budaya orang-orang kuno. Parfum ini juga menjadi bukti bahwa aroma adalah salah satu warisan sejarah yang penting dan menarik untuk dikaji.