Nganjuk (18/4). Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ubaidah Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur menggelar vaksinasi untuk para santri. Sekitar 1.000 santri dan warga mendapat vaksin booster atau dosis ketiga. Acara itu terlaksana berkat kerja sama antara pihak Pondok Pesantren Al Ubaidah dengan Kepolisian Resor (Polres) Nganjuk dan Rumah Sakit Bhayangkara.
“Dengan adanya vaksinasi booster ini, para santri yang telah menyelesaikan tes dan diklat calon muballigh-muballighoh di Ponpes Al Ubaidah memiliki ketenangan untuk pulang atau terjun ke tengah-tengah masyarakat, karena telah mendapat vaksin dosis ketiga,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Al Ubaidah, Habib Ubaidillah Al Hasany.
Program vaksinasi yang dilakukan di Ponpes Al Ubaidah, merupakan bagian dari menyukseskan program pemerintah. Ia mengatakan, pemerintah telah menetapkan syarat mudik, yakni pemudik harus telah divaksin dosis ketiga, “Aturan ini bertepatan pada tanggal 25 nanti, seluruh santri telah menyelesaikan ujian dan pembekalan, dan harus pulang ke rumah masing-masing,” ujarnya.
Selain itu, saat berbicara di depan ribuan santri, Habib Ubaidillah mengungkapkan keresahan dan kekhawatirannya mengenai dunia yang akan dihadapi para santri, ketika terjun di tengah-tengah masyarakat. Menurutnya, sebagai juru dakwah di tengah masyarakat, mereka akan menjumpai banyak persimpangan jalan, yang ia maksud adalah keyakinan dan kepahaman yang berbeda, “Bahkan dihadapkan pada paham radikalisme yang anti kebhinekaan dan Pancasila,” ujar Habib Ubaidillah.
Untuk itu ia berharap, dengan pengetahuan dan wawasan yang diberikan di Ponpes Al Ubaidah mengenai kebangsaan, para santri tidak terpengaruh apalagi terpapar radikalisme. Menurutnya, untuk menanamkan nasionalisme, cinta tanah air, dan kebangsaan, Ponpes Al Ubaidah juga telah bekerja sama dengan Kantor Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kodim, dan Polres Nganjuk.
Senada dengan Habib Ubaidillah, Kapolres Nganjuk Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Boy Jeckson Situmorang mengingatkan bahwa para santri Ponpes Al Ubaidah, bakal dihadapkan dengan dinamika perkembangan zaman, yang cukup pesat terkait perkembangan teknologi.
Habib Ubaidillah bersama AKBP Boy Jeckson Situmorang dan AKBP Dwi Miyarsi meninjau pelaksanaan vaksin booster kepada 1.000-an santri dan warga di Ponpes Al Ubaidah, Kertosono, Nganjuk Jawa Timur. Foto: Tim Ponpes Al Ubaidah.
Ia mengingatkan para santri, dalam lingkungan yang homogen seperti Akademisi Kepolisian ataupun pondok pesantren, semuanya ditempa dengan idealisme yang sama dan dalam kondisi ideal, “Tetapi begitu menghadapi dunia nyata, maka seleksi alam terjadi,” ujarnya. Menurutnya, tidak semua lulusan Akademi Kepolisian bisa mencapai pangkat sesuai levelnya, karena tidak mampu menghadapi banyak cobaan dan ujian duniawi.
AKBP Boy Jeckson mengingatkan, agar para santri ketika menemui persimpangan jalan di dunia nyata yang tak selamanya lurus, “Saat menemukan persimpangan, pejamkan mata kalian, berdoa kepada Allah dan gunakan hati nurani Anda, yang akan menuntun ke jalan yang benar,” ujarnya.
Ia mengingatkan, jangan memakai logika-logika duniawi karena dapat membawa kepada kesesatan. Menurutnya di tengah-tengah masyarakat, para santri harus bisa membawa diri. Pasalnya, mereka akan menghadapi banyak keyakinan dan kepercayaan, serta berbagai agama.
“Banggalah menjadi santri, karena memiliki kelebihan dibanding remaja lainnya,” ujarnya. Para santri menurutnya lebih cerdas, lebih sehat, lebih amanah atau lebih CSA, “Lebih cerdas karena selain belajar ilmu agama juga belajar ilmu pengetahuan umum. Lebih sehat, karena bangun pagi untuk salat Subuh, mencium udara yang bersih hingga tidur dengan jadwal yang teratur,” ujarnya.
Hal ini tentu berbeda jauh dengan para remaja yang tidak berada di pondok pesantren. Gaya hidup mereka bisa tidak sehat, pola makannya tidak sehat, “Sementara lebih amanah, karena menjaga amanah dari orangtua, dari para kyai dan habib yang kita hormati, dan terutama menjaga amanah dari Allah,” ungkapnya.
Ia meminta banggalah menjadi santri, sebab alumni pesantren saat ini tidak hanya menjadi guru atau kyai, “Mereka juga bisa berdasi dan menjadi pengusaha yang mandiri,” pungkasnya.