Buka Ijtima MUI, Gubernur Anies : Jangan Tanya Asal Usul Sebab Tujuannya Untuk Persatuan Bangsa

LDII KH. Aceng Karimullah


Jakarta - ldii.or.id  (11/11). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan sambutan peda acara pembukaan Ijtima’ Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Hotel Sultan, Jl. Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (9/11/2021).


Di hadapan undangan MUI, Gubernur Anies mengatakan saat memutuskan untuk bersatu, alangkah baiknya tidak membahas asal usul, akan tetapi bersatu untuk tujuan bersama.


“Menjadi Indonesia adalah bersatu mendapatkan kemerdekaan yang hakiki, kemerdekaan yang sesungguhnya. Kemerdekaan yang ingin kita raih adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Gubernur Anies.


Anies menganalogikan, bahwa menjadi Indonesia adalah sebuah persenyawaan. Menurutnya, berbagai unsur bergabung membentuk unsur baru yang berbeda dari unsur pembentuknya. Karena menurutnya seringkali orang ketika melihat Indonesia lebih menekankan unsur-unsurnya, bukan entitas barunya.


“Seorang laki-laki dan perempuan yang membentuk suatu keluarga, dia adalah keluarga. Keluarga itu ada laki-lakinya dan perempuannya, tapi keluarga bukan laki-laki dan bukan perempuan, tapi satu dalam tujuan. Itulah Indonesia,” ujarnya.


Gubernur DKI itu berharap hasil penyelenggaraan Ijtima Ulama MUI ini akan mendorong kemajuan bagi umat dan bangsa. Khususnya narasi sebagai satu entitas bangsa, bukan menonjolkan unsur-unsurnya.


“Harapannya kita semua memperkuat persatuan. Lebih memperkuat narasi kita sebagai satu entitas bangsa. Bukan justru dalam melihat Indonesia, ditonjolkan unsur-unsurnya. Karena ketika ditonjolkan unsur-unsurnya, maka yang terbentuk menjadi bisa terlewatkan,” ujarnya.


Sejalan dengan pendapat Anies, Ketua Departemen Pendidikan, Keagamaan, dan Dakwah LDII KH. Aceng Karimullah mengatakan, adanya masalah furu’ ini di Indonesia supaya saling memaklumi dan menghormati saja. “Apalagi di NKRI harus lebih mengutamakan kesatuan bangsa. Jangan saling menghina atau mencaci,” katanya.


Anggota Bidang Fatwa MUI DKI Jakarta ini lebih lanjut mengatakan acara ijtima’ ulama diadakan untuk menyikapi perkembangan zaman, “Masalah furu’iyah sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad, karena itu perkembangan yang ada sekarang perlu disikapi. Salah satu contohnya pembahasan mengenai cryptocurrency atau pemakaian istilah dari Alquran dan hadis seperti jihad dan khilafah, penerapannya seperti apa di masyarakat inilah yang para ulama bahas,” ujar Kyai Aceng.


Menurut Kyai Aceng, masyarakat Indonesia yang lebih heterogen, berbeda agama saja perlu toleransi, apalagi berbeda madzhab. 


“Yang perlu ditanamkan, jangan saling menghina atau mencaci karena itu semua ijtihad ulama yang sudah ada dalilnya. Jangan melihat juga asal mereka dari mana, toh sudah berikrar Bhinneka Tunggal Ika. Silakan melestarikan budaya masing-masing, namun ketika sudah bertemu meski agama berbeda, yang dituju hanya persatuan dan kesatuan,” ujarnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post